Celoteh Rumah Tangga

Nikah Bertahun-tahun Tapi Gak Hamil-Hamil – Mungkin Ini Penyebabnya Part 1

Banyak orang bermental pembuli seringkali bermulut gatal untuk mengomentari setiap langkah hidup kita. Biasanya berawal dari tahun terakhir kuliah. Mereka kerap mempertanyakan kapan lulus. Oke, mungkin ini pertanyaan yang masih sangat wajar, karena selesainya skripsi itu hal yang masih bisa dikendalikan oleh manusia. Biasanya orang yang telat lulus, disamping disebabkan oleh hal-hal luar biasa yang terhitung produktif seperti bekerja atau kuliah di tempat lain, faktor paling umum adalah malas, bosan dan tidak bisa mengelola waktu dengan baik (bukan karena bodoh ya).

Selanjutnya, setelah lulus mereka akan mengomentari kenapa kita belum bekerja. Setelah bekerja, kemudian pertanyaan diteruskan dengan hal-hal yang lebih menyakiti yaitu kapan menikah dan kapan punya anak. Kenapa menyakiti? Karena orang yang bersangkutan pastinya sudah merasa sedih tanpa penghakiman dari mereka, jika mereka terus mempertanyakan atau memberi komentar dan nasihat yang tak diinginkan apalagi dengan nyinyir dan nada meremehkan seolah-olah dia orang paling hina sedunia, tambah sedihlah pastinya, dan selain itu dua hal ini diluar kendali manusia.

Khusus penganut agama Islam, tentunya percaya bahwa jodoh dan anak itu termasuk rejeki, dan rejeki itu Allah yang mengatur, jadi mereka tidak perlu mempertanyakan mengapa belum menikah atau belum punya anak. Apalagi jika mereka tidak tahu perjuangan seseorang untuk menikah dan memiliki anak. Rasa sakit yang diderita, kesedihan dan amarah yang bercampur aduk, konflik batin dan verbal yang terjadi di antara suami istri dan biaya yang dikeluarkan serta waktu yang terbuang, para juliders gak bakal mau tahu apalagi memahami hal-hal seperti ini.

Saya pribadi mengalami sendiri betapa sulitnya memiliki anak. Awalnya pasrah saja, mengikuti aliran takdir saja. Saya dan suami percaya rejeki dan maut itu keputusan mutlak Allah yang telah ditentukan sedari sebelum kita lahir. Akan tetapi, kami pun tidak tinggal diam. Karena kami peduli dengan kesehatan kami, kami periksakan diri. Kebanyakan laki-laki otomatis menyalahkan sang istri ketika tidak kunjung memiliki anak. Mereka enggan diperiksa karena itu membuat kelelakian mereka terintimidasi. Atau mungkin terlalu angkuh dan yakin kalau masalah fertilitas tidak ada dalam dirinya. Alhamdulillah suami saya tidak termasuk lelaki seperti itu. Kami berdua sama-sama dites, dan hasilnya… sayalah yang bermasalah.

Mandul

Sampai di sini, saya sedih dan cemas. Saya bisa menerima kenyataan dan siap dengan apa yang mungkin terjadi atau TIDAK terjadi di kemudian hari. Akan tetapi, saya lebih mencemaskan suami saya, bagaimana perasaannya dan tentu saja sebagai anak tunggal dia menginginkan dan memerlukan penerus. Syukurlah, dia bisa menerima dengan baik. Maka kami berdua mencari tahu apa saja yang bisa kami usahakan untuk mengatasi masalah ini. Awalnya saya melakukan beberapa tes USG, karena masih belum terlihat masalahnya, maka kami berdua pergi ke dokter spesialis fertilitas, dokter khusus yang menangani program bayi tabung. Oleh dokter kami pun disuruh melakukan beberapa tes, hasil tes suami bagus semuanya.

Saya harus menjalani operasi laparoskopi, yaitu operasi yang dilakukan dengan memasukkan kamera dan alat operasi berukuran mini melalui lubang kecil pusar dan beberapa titik di sekitar perut bawah. Diameter lubangnya kurang lebih 1 cm. Melalui prosedur bedah mini ini, dokter bedah menemukan lapisan endometrium di luar kandungan, organ tempat lapisan tersebut seharusnya berada. Lapisan endometrium liar ini disebut endometriosis, seharusnya ada di dalam uterus. Entah bagaimana bisa berada di luar uterus (dalam kasus saya di belakang rahim menempel ke bagian usus halus). Lapisan ini fungsinya adalah meluruhkan darah haid setelah ovulasi saat tidak terjadi pembuahan. Darah yang diluruhkan jika lapisan ini berada di dalam uterus (seperti seharusnya) akan turun ke dalam saluran serviks dan keluar melalui kemaluan, dan dinamakan menstruasi.

Nah, bisa terbayang kan jika lapisan ini berada di luar uterus, ketika dia meluruhkan darah, ke manakah darahnya akan mengalir? Biasanya darahnya terkumpul dan membentuk kista, dan inilah yang biasa disebut kista cokelat. Ini kasus yang tidak parah ya. Kasus yang lebih parah darah yang tidak dikeluarkan ini bisa menempel ke organ lain apabila posisi endometriosisnya menempel ke organ lain seperti usus, kandung kemih dll., dan bisa menimbulkan rasa sakit pada organ-organ tersebut bahkan mengganggu fungsi organ tersebut.

Dalam kasus saya, endometriosisnya hanya 1,1 cm besarnya, dan kista cokelat sebesar (kalau tidak salah ingat) 3 cm. Dalam prosedur laparoskopi ini, dokter bedah menghilangkan si kista, membersihkan rahim, dan melakukan ablasi. Durasi prosedurnya kurang lebih 2 jam, saya dibius total, datang pagi siang bisa pulang ke rumah. Hasilnya keluar 3 bulan kemudian, dengan harap-harap cemas ternyata ketakutan saya terjadi, saya resmi dinyatakan mengidap penyakit endometriosis.

Rasanya dunia hancur.

«

»

what do you think?

Your email address will not be published. Required fields are marked *